Kamis, 29 April 2010

ef-fagna



Entah apa yang menjadi alasan kedua orang tuaku sehingga mereka memutuskan untuk meninggalkan Amerika. Pindah atau hijrah dalam istilah mereka menuju daerah yang disebut sebagai negara berkembang, wilayah yang bisa dikatakan sepi, walau harus kuakui keasrian alamnya. Namun tetap saja jauh dari hal-hal yang identik dengan kata modern. Apa mereka tidak berpikir untuk meninggalkanku di Amerika, memgingat usiaku yang mendekati 35 tahun yang bial di Amerika usia
tidaklah menjadi bahasan. Dan kini setelah hampir 2 tahun kami tinggal di kawasan indonesia timur tepatnya dibekas jajaha portugis beberapa abad lalu, kehidupan kami boleh dikatakan ada kemajuan walau aku lebih sering didalam rumah, hal
yang sangat bertolak belakang dengan kedua orang tuaku yang aktiv dikegiatan sosial. Mereka berangkat sebelum pukul 07 pagi dan baru akan pulang setelah matahari tenggelam. Dipagi yang indah ini matahari belum setinggi jendela kamarku, hari libur ini ingin ku berjalan-jalan kepasar kabupaten yang berjarak 1 mil dari desaku. Aku menuju kamar mandi dibagian belakang rumah kami, segar rasanya air jernih ini ketika menuruni setiap kulit tubuhku. Mungkin 20 menitan aku menikmatinya dan sekarang kulilitkan handuk yang tak begitu besar untuk menutupi tubuhku, kulangkahkan kaki menuju kamar melewati ruang tengah yang saat itu kulihat lana anak saudara sepupuku yang dititipkan untuk bersekolah karena dianngap daerah kami lebih memiliki sarana yang mendukung untuk pendidikan. Seperti pada umumnya anak usia 11 tahun ini akan menghabiskan hari liburnya dengan menonton tv atau memainkan game. "theth" tiba-tiba tvnya mati, "yeach" serunya kecewa lalu kulihat lana bangkit dan berkata kepadaku "budhe lana mau main keluar saja lah", "ehh nanti dulu budhe periksa kenapa tv mati mungkin tegangannya nggak kuat karena budhe sedang memanaskan strika" kuperiksa
swithc otomatis disamping pintu. Karena letaknya yang tinngi membuatku menjinjit hingga bagian bawah tubuhku makin nampak dalam lilitan handuk. Kuperiksa juga sambungan kabel roll yang mungkin tercabut membuatku membungkuk tapi ternyata tak ada masalah, memang listrk padam dari pusat batinku. Dan dibelangku lana duduk diam memperhatikanku yang belagak sok pintar ini, lalu aku bilang pada lana akan mengajaknya kepasar untuk membeli baju. Pandangan mata lana terus mengikutiku hingga hilang dibalik pintu kamar. "ayo lan kita kepasar budhe sudah selesai" ucapku saat lana rebahan disofa karena menunnguku. Kami menuju halte bis umum setelah mengunci pintu dan pagar halaman. 15 menit kami menunggu bis yang akan mengantarkan kami kepasar kabupaten, sesampainya disana kami belanja keperluan dapur dulu dan setelah semua kebutuhanku terbeli kami naik kelantai atas tempat pakaian. Untuk menyenangkanya kuantar lana
ketempat baju anak, kuperhatikan ia beberapa kali melilih baju dan ahirnya lana menemukan baju yang ia inginkan setelah itu kami naik satu lantai lagi ketempat baju wanita. Disana lana hanya membuntutiku melihat-lihat baju, kerudung, yang tidak ada satupun membuat aku tertarik untuk mencoba hingga aku sampai toko yang hanya menyediakan pakaian dalam. Kami masuk mungkin 10 menit aku memilih-milih model ataupun warnanya dan lana tetap mengikutiku "yang ini baru ibu, mungkin ibu ada yang tertarik?" kata pemilik toko kuperlihatkan pakaian-pakaian yang ditunjukannya, kulihat lana juga memperhatikan tapi tetap saja aku tdak tertarik bukan karena modelnya tapi warnanya yang menurutku norak. Sampai ahirnya kutemukan juga daleman yang menurutku cocok untuk dipakai warnanya yang kalem, bahan yang lembut, dan juga model yang serasi. Selesai belanja dilantai pakaian kami terus pulang, sampai dirumah lana langsung berlari menuju ruang tengah dan menyalakan tv, "kamu lupa ini sayang??" kataku sambil mengankat tas plastik ungu yang berisi pakaian, dan kuletakan disampingnya. Sementara aku kedapur mnyimpan belanjaan dapur kami, aku kembali keruang tengah lagi dan
kudapati tasnya sudah dibuka. Tangan lana menggenggam baju barunya "coba dulu ya...." kataku dan lana bangkit kedepanku, kubantu ia memakai pakaian barunya. "bagus ya budhe" katanya lalu lana kembali menonton tv, saat iklan ditayangkan keponakanku ini bertanya dengan polos "kok yang budhe beli nggak dicoba?" membuatku kaget karena tahu
yang kubeli adalah pakaian dalam "ya nggak boleh dicoba disini sayang, harus coba dikamar, kan malu kalo kelihatan orang" penjelasanku. "orang siapa budhe? yang dirumah kan cuman budhe, memang siapa lagi" katanya lugu. "ini pakaian dalam, masa budhe telanjang disini", "tadi lana juga telanjang kenapa d=budhe tidak?" tanayanya lagi "lana ini masih anak-anak dan kalo budhe kan sudah dewasa jadi ya nggak boleh telanjang sembaranagan" jawabku. "tapi kemarin lana lihat budhe telanjang dikamar mandi". "lana nggak boleh cerita sama orang lain kalo pernah lihat budhe telanjang waktu mandiin lana kemarin, nggak sopan ya.." lalu lana berkata lagi "ya sudah kita kekamar mandi lagi supaya budhe bisa telanjang" pintanya
"sayang budhe kan sudah mandi" jawabku, namun kini kulihat raut mukanya yang kecewa karena permintaanya kutolak. Kupikir kasihan juga keponakanku ini "sayang ikut budhe kekamar kalo pingin lihat budhe mencoba pakaian yang baru budhe beli" aku bergegas kekamar dan keponakanku mengekor, setelah pintunya kututup aku berdiri disamping
ranjang dan duduk ditepiannya, kuletakan tas yang berisi beberapa BHdan CD yang baru kubeli. keponakanku masih berdiri mematung dijarak 1 meteran, kuikatkan kedua ujung kerudungku ke leher lalu satu persatu kancing bajuku kulepas, dan kutanggalkan di ranjang. Kini kuambil satu BH warna krem dari dalam tas dan kuletakakn diatas paha, kuturunkan talinya dilenagan dan tangan kiriku kebelakan mencari pengaitnya sedang tengan kanan kugunakan untuk menutupi payudaraku. "klik" pengaitnya terlepas selanjutnya tangan ku menariknya dan meletekannya di samping dudukku lalu kuambil BH yang baru kubeli, saat kukenakan mata keponakanku tak berkedip melihat payudaraku yang menggantung bebas, terlihat beberapa kali ia menelan ludah. Selesai mengenakan BH dan baju kurapikan kerudungku kembali.Kami kembali ke ruang tengah dan duduk di sofa untuk berbincang-bincang. Selama berbincang-bincang, keponakanku terus menatap bagian dadaku dari celah kancing bajuku yang tidak terpasang. Saat aku menyadari hal itu, aku tidak berusaha untuk menutupinya. Ada perasaan senang yang menjalari tubuhku. Setelah beberapa lama, akhirnya aku berkata, “de, kenapa melihat dada budhe terus ?” keponakanku sedikit terkejut. Dia menoleh ke tempat lain sambil menjawab, “Ngak ada apa-apa, kok..”
Aku tersenyum melihat tingkahnya. Aku sangat suka kalau dia melihatku seperti itu. “de, kalau kamu suka, kamu boleh melihatnya lagi kok”, kataku. Tanpa menunggu tanggapan dari keponakanku, aku melebarkan bagian dada bajuku sehingga kali ini kedua payudaraku dapat terlihat dengan jelas walau masih tertutupi BH. keponakanku yang mendapat pemandangan seperti itu segera saja melotot dan melahap kedua payudaraku dengan pandangan yang penuh minat. Aku yang melihatnya seperti itu tersenyum dan membiarkan keponakanku untuk menjelajahi dadaku dengan pandangannya.
Akhirnya keponakanku menjadi tidak tahan. Dia bertanya kepadaku, “budhe, bolehkah lana memegangnya ?” Aku mengangguk sambil tersenyum.Tanpa membuang waktu lagi, keponakanku segera menggapai kedua payudaraku dengan tangannya dan mulai meremas-remas serta mempermainkan putingnya. Kontan saja aku menjadi terangsang. Kubaringkan tubuhku ke atas sofa dan kupejamkan mataku untuk menikmati sensasinya. Setelah agak lama, tanpa permisi lagi
keponakanku mulai menciumi dan menjilati kedua payudaraku. Aku terus saja memejamkan mata dan menikmati setiap rangsangan di payudaraku. Tubuhku ikut memberikan reaksi terhadap rangsangan itu. Aku merasakan cairan kewanitaanku mulai mengalir dan membasahi vaginaku. Setelah beberapa lama, tanganku mulai membuka pakaian keponakanku. Sambil terus menciumi dan menjilati kedua payudaraku, Alex membantuku membuka bajunya sehingga dalam sekejab keponakanku berada dalam keadaan telanjang bulat. Penisnya terlihat berdiri tegak karena sudah pasti dia juga dalam keadaan terangsang. Untuk sementara, dia melampiaskan nafsunya kepada kedua payudaraku. Aku tidak mau ketinggalan. Kujulurkan tanganku untuk menggapai penisnya. Setelah penisnya berada di dalam genggamanku, aku mulai memainkan penisnya pula. Setelah beberapa saat lamanya, keponakanku melepaskan bibirnya dari payudaraku dan berkata, “budhe, kalau boleh aku juga ingin melihat memek budhe” Mendengar permintaannya ini aku segera berdiri dan mengangkat rok panjangku dengan tanganku sehingga sekali lagi aku memamerkan celana dalam putihku kepadanya. “Kamu buka sendiri celana dalam budhe”, kataku. keponakanku segera berjongkok di depanku dan dengan tangan yang agak gemetar meraih celana dalamku. Dengan perlahan-lahan namun pasti, celana dalamku melorot turun dan sedikit demi sedikit memperlihatkan rambut vaginaku sampai akhirnya keseluruhan vaginaku tidak lagi ditutupi oleh celana dalam putihku. Vaginaku terlihat sedikit basah oleh karena cairan kewanitaaanku. keponakanku membiarkan celana dalam putihku tersangkut di bagian lututku dan mulai meraba vaginaku. “budhe, ini indah sekali”, katanya sambil membelai rambut vaginaku dengan lembut. Aku diam saja dan kembali merasakan rangsangan yang kali ini berpindah dari payudara ke vaginaku. Dengan jarinya, keponakanku menyodok-nyodok liang vaginaku sehingga jarinya dibasahi oleh cairan kewanitaanku. Setelah keponakanku menjilati jari-jarinya itu sampai semua cairan kewanitaanku yang menempel di jarinya habis, dia kembali menyodok-nyodokan jarinya di liang vaginaku lagi. Dia melakukan hal itu berkali-kali . Kelihatannya dia sangat menikmati cairan kewanitaanku. Sambil menusuk-nusuk liang vaginaku, jari-jarinya yang lain memainkan klitorisku. Rangsangan yang aku rasakan menjadi semakin hebat. Di saat aku merasakan tubuhku menjadi semakin lemas, aku segera membaringkan diriku di atas sofa karena rangsangan menjadi semakin kuat. Tak henti-hentinya mulutku mendesah-desah karena merasa nikmat. Setelah puas meraba vaginaku, keponakanku mulai menciumi dan menjilati vaginaku. Kali ini rangsangan terasa semakin dashyat. Aku tidak bias berbuat apa-apa kecuali mendesah dan meremas-remas kedua payudaraku sendiri sementara keponakanku terus saja menciumi dan menjilati vaginaku. Aku yang sudah dalam keadaan sangat terangsang akhirnya mulai tidak tahan. “de, buka pakaian budhe...”, kataku sambil mendesah-desah. keponakanku tidak menjawab, tetapi tangannya mulai membuka kancing bajuku satu per satu, dan bagian atas tubuhku masih tertutp BH dengan kerudung. Serta dari balik rokku keponakanku meloloskan celana dalam putihku yang dari tadi tergantung di kedua lututku. keponakanku terdiam sejenak dan memandangi tubuhku yang dalam keadaan seperti ini. “budhe cantik sekali. Tubuh budhe bagus dan sexy”, katanya. Aku tersenyum dan berkata, “Kalau kamu suka, kamu boleh menyetubuhi budhe. budhe mau berhubungan intim dengan kamu, kok..” Dengan tersenyum, keponakanku kemudian membuka kedua kakiku dan memposisikan lidahnya di depan vaginaku. Dengan satu hentakan lembut, seluruh lidahnya terbenam ke dalam vaginaku yang diikuti oleh teriakan tertahanku karena merasakan kenikmatan. Setelah itu, keponakanku mulai menggerakkan kepalanya maju mundur sehingga lidahnya menyodok-nyodok di dalam lubang vaginaku. Cairan kewanitaanku turut memberikan andil dalam membantu lidah keponakanku agar meluncur maju mundur dengan mudah dalam liang vaginaku ini. Kami berdua mendesah-desah karena nikmat. Dalam posisi ini, aku mengalami orgasme berkali-kali sambil diiringi erangan-erangan dari bibirku. Setelah beberapa saat, keponakanku menarik lidahnya dan memberikan
isyarat agar aku menungging. Aku menurut saja. Kuputar badanku dan kutunggingkan pantatku di depannya. Sedetik kemudian, aku merasakan lidahnya masuk kembali ke dalam liang vaginaku dan mulai menyodok-nyodok lagi. Rupanya keponakanku melakukan doggy style kali ini. Sekali lagi aku terjebak dalam dashyatnya kenikmatan berhubungan intim. Beberapa kali aku merasakan orgasme yang luar biasa sebelum akhirnya aku mengerangan kenikmatan. Rasa hangat di dalam rahimku Setelah menyemburkan sperma, Aku merasa bahwa ada sedikit sperma yang meleleh keluar dari liang vaginaku dan membasahi vaginaku bagian luar saat lidahnya tercabut. Segera saja aku menjulurkan jari-jariku ke vaginaku dan mengambil lelehan sperma yang mengalir turun. Setelah jari-jariku berlumuran sperma, aku membersihkan jari-jariku dengan menjilat-jilatkan sperma yang melekatinya dimulut keponakanku. Setelah itu, Aku membalikkan badanku dan melepas kerudung, rok panjangku ditariknya hingga membuatku dalam keadaan telanjang menghadapnya terlentang. Sisa spermaku yang sudah tinggal sedikit masih terlihat menempel di vaginaku bagian luar. keponakanku kemudian merebahkan dirinya di atas badanku dan memelukku. Aku segera membalas pelukannya. Sambil berpelukan dalam keadaan telajang bulat, kami saling berciuman bibir dengan mesra untuk beberapa saat lamanya. Perasaan yang nikmat masih tersisa di antara kami. Akhirnya setelah beberapa saat, kami memperoleh kekuatan kami kembali. Kami segera bangkit dari pembaringan dan mulai memunguti pakaian kami yang tercecer di mana-mana. Aku segera mengenakan kembali celana dalam putih dan rokku. Setelah selesai berpakaian, kami kembali duduk di sofa dan berbincang “budhe, tadi enak sekali. memang nikmat”, katanya. Aku tersenyum saja dan lalu berkata, “Kamu juga hebat. Kamu belajar dari mana ? Usiamu kan baru 11 tahun, tapi kok kayaknya kamu sudah sering melakukan hubungan seks ?” “Ah, budhe. ini sudah sering melakukannya sama ibu di rumah..” Aku sangat terkejut mendengarnya. Rupanya selain aku, adikku juga melakukan incest dengan anaknya sendiri. Tapi hal ini membuat aku sedikit lega sebab setidaknya adikku tidak akan mempermasalahkan
hubungan seksku dengan anaknya bila dia sendiri juga melakukannya. “Terus, mana yang lebih enak ? ibumu atau budhe ini ?” keponakanku tersenyum sambil berkata, “Keduanya sama-sama enak, kok.. tapi kalau disuruh memilih, lana
masih lebih suka melakukannya dengan budhe soalnya budhe lebih cantik dari ibu, sih..” “Apa kamu sering melakukan dengan ibumu ?” “Kalau ayah ngak ada di rumah saja” Aku diam saja kali ini. Beberapa saat kemudian keponakanku berkata,
“budhe,lana mau lagi.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar