Rabu, 09 Desember 2009
kerinduan
Sudah satu minggu ini akau berada di rumah sendirian. Istriku,
yassi, sedang ditugaskan dari sekolah tempatnya bekerja untuk
mengikuti suatu pelatihan yang dilaksanakan di semarang selama
4 hari. Terus terang saja aku jadi kesepian juga rasanya. Kalau
mau tidur rasanya kok aneh juga, kok sendirian dan sepi, padahal
biasanya ada istri di sisiku. Memang kami belum dikaruniai anak.
Maklum baru 1 tahun berjalan. Karena sendirian itu, dan maklum
karena otak laki-laki, pikirannya jadi kemana-mana.
Aku teringat peristiwa yang aku alami dengan umi mertuaku.
Ibu mertuaku memang bukan ibu kandung istriku, karena ibu kandung
yassi telah meninggal dunia. Ayah mertuaku kemudian nikah dengan
umi mertuaku yang sekarang ini dan kebetulan tidak mempunyai anak.
umi mertuaku ini umurnya sekitar 43 tahun, wajahnya cantik, dan
tubuhnya benar-benar sintal dan padat sesuai dengan wanita idamanku.
payudaranya besar sesuai dengan pinggulnya. Demikian juga pantatnya
juga bulat banget. Aku sering membayangkan umi mertuaku itu kalau
sedang telentang pasti vaginanya membusung ke atas terganjal
pantatnya yang bulat itu. Hemm, sungguh menggairahkan.
Peristiwa itu terjadi waktu malam seminggu sebelum hari
perkawainanku dengan yassi. Waktu itu aku duduk berdua di kamar
keluarga sambil membicarakan persiapan pernikahanku. Mendadak
listrik padam. Dalam kegelapan itu,umi berdiri, saya pikir akan
mencari lilin, tetapi justru umi mertuaku memeluk dan menciumi
pipi dan bibirku dengan lembut dan mesra. Aku kaget dan melongo
karena aku tidak mengira sama sekali diciumi oleh calon umi mertuaku
Hari-hari berikutnya aku bersikap seperti biasa, demikian juga
umi mertuaku. Pada saat-saat aku duduk berdua dengan dia, aku sering
memberanikan diri memandang umi mertuaku lama-lama, dan dia biasanya
tersenyum manis dan berkata, “Apaa..?, sudah-sudah, umi jadi malu”.
Terus terang saja aku sebenarnya merindukan untuk dapat bermesraan
dengan umi mertuaku itu. Aku kadang-kadang sagat merasa bersalah
dengan yassi istriku, dan juga ayahku mertua yang baik hati.
Kadang-kadang aku demikian kurang ajar membayangkan umi mertuaku
kusetubuhi, umi mertuaku juga sayang sama kami, walaupun yassi
adalah anak tirinya.
Pagi-pagi hari berikutnya, aku ditelepon umi mertuaku, minta agar
sore harinya aku dapat mengantarkan umi arisan di rumah saudara,
karena mengantarnya pergi ke acarra tersebut. Aku sih setuju saja.
Sore harinya kami jadi pergi, dan pulang sudah sehabis maghrib.
Seperti biasa aku selalu bersikap sopan dan hormat pada umi mertuaku
Dalam perjalan pulang itu, aku memberanikan diri bertanya, “umi,
ngapain sih dulu umi cium ?”.
“Aah, kamu ini seperti masih diingat-ingat juga siih”, jawab umiku
sambil memandangku.
“pasti umi…, Kan enak”, kataku menggoda.
“eeee, mulai kurang ajar thoo, Ingat yassi lho…, Nanti kedengaran
ayahmu nggak baik ”.
“iya umi, sebenarnya kenapa yah umi…, jadi penasaran ”.
“Aah, ini anak tidah mau diam siih, Tapi yaa…, begini, sebenarnya
waktu itu, itu, umi lihat wajahmu itu kok ganteng. Hidungmu,
bibirmu, matamu yang agak kurang ajar itu membuat umi jadi gemes
banget. Makanya waktu listrik padam, setan dari mana, umi jadi
ingin sekali menciummu dan merangkulmu. umi sebenarnya jadi malu
sekali. umi macam apa kau ini, masa lihat menantunya sendiri
blingsatan”.
“Mungkin, setannya saya ini umi…, Saat ini setannya itu juga
berdebar-debar kalau lihat umi mertuanya. umi boleh percaya boleh
tidak, kadang-kadang kalau lagi sama yassi, malah bayangin umi.
Kalau umi pernah bayangin nggak”, aku semakin berani.
“aah nggak tahu ah…, udaah…, udaah…, nanti kalau keterusan kan
nggak baik. Hati-hati setirnya. Nanti kalau nabrak-nabrak dikiranya
nyetir sambil pacaran ama umi. Pasti umi yang disalahin orang,
Dikiranya yang tua niih yang ngebet”, katanya.
“Padahal keduanya ngebet. jadi pengiin banget sama umi, Gimana,"
“Aduuh, jangan begitu ya. umi jadi susah. Tapi terus terang aja..,
umi jadi seperti orang jatuh cinta sama kamu.., Kalau udah begini,
sudah naik begini, umi jadi pengin, kita cepat pulang saja yaa…,
Nanti diterusin dirumah…, Kita pulang ke rumahmu saja sekarang…,
Toh lagi kosong khan…, Tapi menepi sebentar, umi pengen cium kamu
di sini”, kata umi dengan suara bergetar.
ooh aku jadi berdebar-debar sekali. Mungkin terpengaruh juga
karena aku sudah beberapa hari tidak bersetubuh dengan istriku.
Aku jadi nafsu banget. Aku menepi di tempat yang agak gelap.
Sebenarnya kaca mobilku juga sudah gelap, sehingga tidak takut
ketahuan orang. Aku dan umi mertuaku berangkulan, berciuman dengan
lembut penuh kerinduan. Benar-benar, selama ini kami saling
merindukan.
“eehhm…,umi kangen banget”, bisik umi mertuaku.
“aku juga mi”, bisikku.
“yang…, udah dulu…, eehmm udah dulu”, napas kami memburu.
“Ayo jalan lagi…, Hati-hati yaa”, kata umi mertuaku.
“ anak nakal”, Pahaku dicubitnya.
dan mobil melaju pulang berjalan tenang, kami berdiam diri,
Sampai di rumahku, aku turun membuka pintu, dan langsung masuk
garasi. Garasi aku tutup kembali. Kami bergandengan tangan masuk
ke ruang tamu. Kami duduk di sofa dan berpandangan dengan penuh
kerinduan. Suasana begitu hening dan romantis, kami berpelukan lagi,
berciuman lagi, makin menggelora. Kami tumpahkan kerinduan kami.
Aku ciumi umi mertuaku dengan penuh nafsu. Aku rogoh payudaranya
yang selalu aku bayangkan, aduuh benar-benar besar dan lembut.
“umi, kangen banget umi…, kangen banget”.
“Aduuh sayang, umi juga…, Peluklah umi yang, peluklah umi” nafasnya
semakin memburu.
Matanya terpejam, aku ciumi matanya, pipinya, aku lumat bibirnya,
dan lidahku aku masukkan ke mulutnya. umi agak kaget dan membuka
matanya. Kemudian dengan serta-merta lidahku disedotnya dengan
penuh nafsu.
“Eehhmm..,emhhh, umi belum pernah ciuman seperti ini…, Lagi say
masukkan lidahmu ke mulut umi”
umi mendorongku pelan, memandangku dengan mesra. Dirangkulnya lagi
diriku dan berbisik, “say, bawalah umi ke kamar…, Enakan di kamar,
jangan disini”.
Dengan berangkulan kami masuk ke kamar tengah yang kosong.
Aku merasa tidak enak di tempat tidur kami. Aku merasa tidak enak
dengan yassi apabila kami memakai tempat tidur di kamar kami.
“umi kita pakai kamar tengah saja yaa”.
“baik sayang. Aku juga nggak enak pakai kamar tidurmu. Lebih bebas
di kamar ini”, kata umi mertuaku penuh pengertian. Aku remas
pantatnya yang bulat.
“achh.., dasar anak nakal”, umi mertuaku merengut manja.
Kami duduk di tempat tidur, sambil beciuman aku buka pakaian
umi mertuaku. Aku sungguh terpesona dengan kulit ibuku yang putih
bersih dan mulus dengan payudaranya yang mangkal menggantung indah.
umi aku rebahkan di tempat tidur. Celana dalamnya aku pelorotkan dan
aku pelorotkan dari kakinya yang indah. Sekali lagi aku kagum
melihat vagina ibu mertuaku yang ... dengan bulunya yang tipis
lembut. Seperti aku membayangkan selama ini, vagina umiu mertuaku
benar menonjol ke atas terganjal pantatnya yang bulat. Aku tidak
tahan lagi memandang keindahan umi mertuaku telentang di depanku.
umi mertuaku memandangku dengan tanpa berkedip. Kami saling
merindukan kebersamaan ini. Aku berbaring miring di samping umi
mertuaku. Aku kecup, kujilati, semuanya, dari kepala sampai kakinya
yang mulus.
"...auchhh settttt........yachhhhhhh.......hemmmmmmmmmmm"saat
meremas lembut payudarnya, kuelus perutnya, vaginanya, klitorisnya
"ahhhhhhhhh........ hiiiiiiiisayyyyyyyyyyyyyaaacchhhh""
aku main-mainkan. Liangnya vaginanya yang sudah basah. lidahku basah
dengan cairan vagina umi mertuaku, dan aku gigit lembut di clitorisnya
"hep...yachhh". umi menggelinjang keenakan dan mendesis-desis.
Sementara rambutku dipegang umi dan dielus-elusnya. Kerinduan kami
selama ini sudah mendesak untuk ditumpahkan dan dituntaskan malam
ini. umi menggeliat-geliat, meremas-remas kepalaku dan rambutku,
mengelus punggungku, pantatku, dan akhirnya memegang penisku yang
sudah siap sedia masuk ke liang vagina umi mertuaku.
“umi, aku kaangen banget umi…, kanget banget…," bisikku.
“sayang…, umi juga. sshh…, masukin …, masukin sekarang…, umi sudah
pengiin banget , yachhh…”, bisik umiku tersengal-sengal. Aku naik
ke atas tubuh umi mertuaku
Tangan kananku mengelus punggungnya, pantatnya, pinggulnya dan
perut umi mertuaku. Kami berpandangan. Berpandangan sangat mesra.
Penisku dituntunnya masuk ke liang vaginanya yang sudah basah.
Ditempelkannya dan digesek-gesekan di bibir vaginanya,
di clitorisnya. Tangan kirinya memegang pantatku, menekan turun
sedikit dan melepaskan tekanannya memberi aba-aba penisku.
paha umi mertuaku dikangkangnya lebar-lebar, dan aku sudah tidak
sabar lagi untuk masuk ke vagina umi mertuaku. Kepala penisku mulai
"pelan sayang, achhh.... setttt.....eh..ehrrrrrrrrrrrrrrrrr"
masuk, makin dalam, makin dalam dan akhirnya masuk semuanya sampai
ke pangkalnya. Aku mulai turun naik dengan teratur, keluar masuk,
keluar masuk dalam vagina yang basah dan licin.
"....Aduuh ....enaak,...... enaak sekali.
herrrrrrrrrrr......heee...............ahhhhhhhhhhhhhhhhhhh"
erangan umi semakin menjadi=jadi
“Masukkan separo saja. Keluar-masukkan kepalanya ini…,
Aduuh ........kepalanya enaak sekali”.
Nafsu kami semakin menggelora. Aku semakin cepat,
"..oh...occhhh seepppppp"semakin memompa penisku ke vagina
umi mertuaku. “umi, masuk semua, masuk semua ya umi”
“boleh sayanggg, " uichhh....enaak banget.achhhhhhhhhhh"
ngganjel banget. ochhhhhhhh............ Ibu marem banget”
kami mendesis-desis, menggeliat-geliat, melenguh penuh kenikmatan.
Sementara itu kakinya yang tadi mengangkang sekarang dirapatkan.
Aduuh, vaginanya keset banget. Aku paling tidak tahan lagi kalau
sudah begini. Aku semakin ngotot menyetubuhi umi mertuaku, mencoblos
vagina umi mertuaku yang keset, dan hangat, yang sempit
(karena sudah kontraksi mau puncak). Bunyinya kecepak-kecepok
membuat aku semakin bernafsu. Aduuh, aku sudah tidak tahan lagi.
“umi mau keluaar achhhhhhhh…, Aduuh ......, enaak bangeet”.
“ssh…, hiiya yachhhhh, keluariin , keluarin”.
“umi juga mau muncaak, mau muncaak…, say, say, Teruss achh”,
Kami berpagutan kuat-kuat. Napas kami terhenti. Penisku aku tekan
kuat-kuat ke dalam vagina umi mertuaku.
Pangkal penisku berdenyut-denyut. menyemprotlah sudah spermaku
ke vagina umi mertuaku. Kami bersama-sama menikmati puncak
persetubuhan kami. Kerinduan, ketegangan kami tumpah sudah.
Rasanya lemas sekali. Napas yang tadi hampir terputus semakin
menurun.
Aku angkat badanku. Akan aku cabut penisku yang sudah menancap
dari dalam liang vaginanya, tetapi ditahan umi mertuaku.
“Biar di dalam dulu …, Ayo miring, kamu berat sekali. Kamu nekad
saja…, masa’ orang ditindih sekuatnya”, katanya sambil memencet
hidungku. Kami miring, berhadapan, umi mertuaku memencet hidungku
lagi, “Dasar anak kurang ajar…, Berani sama uminya.., Masa uminya
dinaikin, Tapi say…, umi nikmat banget, ‘marem’ banget. umi belum
pernah merasakan seperti ini”.
“umi, saya juga. Mungkin karena curian ini ya, bukan miliknya…,
“Huush, dasar anak nakal.., Ayo dilepas say.., Aduuh berantakan
niih Spermamu pada tumpah di sprei, Keringatmu juga basahi tetek
“umi, malam ini umi nggak usah pulang. Aku pengin dikelonin umi malam
ini. Aku pengin diteteki sampai pagi”, kataku.
“Ooh jangan cah bagus…, kalau dituruti umi juga penginnya begitu.
Tapi tidak boleh begitu. Kalau ketahuan orang bisa geger deeh”,
jawab umiku.
“Tapi umi, rasanya enakkk”.
“Hiyya, umi tahu, tapi kita harus pakai taktik . Toh, umi tidak
akan kabur.., justru kalau kita tidak hati-hati, semuanya akan
bubar deh”.
Kami saling berpegangan tangan, berpandangan dengan mesra,
berciuman lagi penuh kelembutan. Tiada kata-kata yang keluar,
tidak dapat diwujudkan dalam kata-kata. Kami saling mengasihi,
antara ibu dan anak, antara seorang pria dan seorang wanita,
kami tulus mengasihi satu sama lain.
Malam itu kami mandi bersama, saling menyabuni, menggosok, meraba
dan membelai. Penisku dicuci oleh umi mertuaku, sampai tegak lagi.
“Sudaah, sudaah, jangan nekad saja. Ayo nanti keburu malam”.
Malam itu sungguh sangat berkesan dalam hidupku. Hari-hari
selanjutnya berjalan normal seperti biasanya. Kami saling menjaga
diri. Kami menumpahkan kerinduan kami hanya apabila benar-benar aman.
Tetapi kami banyak kesempatan untuk sekedar berciuman dan membelai.
Kadang-kadang dengan berpandangan mata saja kami sudah menyalurkan
kerinduan kami. Kami semakin sabar, semakain dewasa dalam menjaga
hubungan cinta-kasih kami.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar